Disiplin Prokes Kunci Hidup Berdampingan Dengan COVID-19

Ekonomi, Nasional532 Dilihat

siaranjabodetabek.com, Jakarta – Pemerintah menyusun strategi jangka panjang menyikapi kemungkinan pandemi COVID-19 akan tetap ada dalam waktu lama. Pilihan terbaik bagi masyarakat saat ini adalah tetap menegakkan disiplin protokol kesehatan (prokes) sebagai jalan menuju tatanan kehidupan baru.

Pandemi Covid-19 belum bisa dipastikan kapan bakal berakhir. Indonesia mempersiapkan diri hidup berdampingan dengan Covid-19 seperti arahan Presiden Jokowi.
Oleh karena itu melalui siaran Persnya, agar kegiatan-kegiatan produktif masih bisa berlangsung dan aman dari Covid-19, maka setidaknya diperlukan tiga modal utama.

Pandemi COVID-19 telah berlangsung kurang lebih 1,5 tahun sejak pertama kali muncul di Wuhan, China pada akhir 2019 lalu. World Health Organization (WHO) dan banyak negara, termasuk Indonesia telah bersepakat, bahwa langkah-langkah untuk hidup berdampingan dengan virus corona secara jangka panjang harus disiapkan.

“Transisi dan adaptasi untuk hidup bersama COVID-19 ini memang harus dipersiapkan. Karena itu, sambil terus mengevaluasi penerapan PPKM Berlevel, pemerintah menyusun dan menerapkan sejumlah protokol kesehatan sebagai bagian dari strategi ke arah sana. Tujuannya, agar kita dapat menyeimbangkan kehidupan yang sehat namun juga tetap berdaya dalam kegiatan ekonomi dan sosial,” kata Maxi Rein dalam Dialog virtual, (7/9/2021).

Terkait dengan hal ini, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, mengatakan sejak awal Agustus 2021 pemerintah telah menyusun kajian dan strategi hidup berdampingan dengan virus Corona.
“Tampaknya virus Corona penyebab COVID-19 akan hidup cukup lama bersama dengan kita, bisa tahunan. Strateginya adalah bagaimana menjalani hidup normal dengan mematuhi protokol kesehatan sembari menjalankan aktivitas perekonomian dengan aman,” ujar

Semangat Selasa Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN, Selasa (7/9/21).
Untuk itu, pemerintah melakukan upaya persuasif agar masyarakat melakukan prokes ketika berada di ruang publik. “Misalnya masuk dan keluar melalui pintu berbeda, memindai barcode PeduliLindungi, pakai masker, cuci tangan, dan menjaga jarak,” ujar Maxi.

Maxi menambahkan, prokes merupakan dasar tatanan hidup baru bagi masyarakat. “Tidak ada pilihan lain selain disiplin menjalankan protokol kesehatan sebagai salah satu kebiasaan baru,” ucapnya.

Pemerintah saat ini menyiapkan peta jalan hidup bersama COVID-19 melalui asesmen terkait kebiasaan baru di level tertentu. “Asesmen ini disesuaikan dengan status wilayah, misal level 1 dan 2 agak longgar dibandingkan dengan level 3 dan 4,” tutur Maxi.

Pemerintah juga menguatkan strategi tracing, testing, treatment (3T), serta percepatan vaksinasi. Saat ini, rata-rata kasus harian COVID-19 di Indonesia sudah menurun. “Kasus konfirmasi positif sudah mencapai 6,7%, mendekati yang disyaratkan WHO di bawah 5%,” ujar Maxi.

“Semua itu tak lepas dari partisipasi masyarakat sehingga membuat kasus harian COVID-19 Indonesia menurun. Indikator BOR (Bed Occupancy Rate) juga membaik, saat ini di bawah 20%. Demikian juga indikator kematian harian di bawah 500 per hari,” beber Maxi.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mampu menekan angka mobilitas masyarakat. “PPKM menekan mobilitas 20-30% sehingga dapat menurunkan laju penularan. Namun penurunan ini jangan membuat euforia dan lengah sehingga abai prokes, misalnya tidak memakai masker. Abai prokes bisa membuat kasus COVID-19 kembali naik,” Maxi mengingatkan.

Maxi menekankan, dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam, mobilitas masyarakat Indonesia relatif rendah. “Filipina berhasil menekan mobilitas bisa sampai 25-30% namun kasus naik. Sedangkan Vietnam mobilitas masih tinggi 60-70% sehingga kasusnya naik,” paparnya.

Kasus COVID-19 berbanding lurus dengan kesadaran masyarakat dalam mematuhi prokes. Namun diakui mengubah perilaku masyarakat tidaklah mudah sehingga harus selalu diingatkan agar kasusnya yang menurun tidak naik lagi. “Tidak boleh jumawa, tetap harus patuhi prokes,” tandas Maxi.

Maxi menambahkan, menurunnya kasus positif COVID-19 juga terkait dengan upaya percepatan vaksinasi yang dilakukan pemerintah untuk mencapai target herd immunity 208 juta penduduk yang mendapatkan dosis vaksin lengkap.

Dalam hal ini dibutuhkan sekitar 400 juta dosis vaksin. Hingga akhir Agustus, sekitar 100 juta dosis vaksin COVID-19 sudah disuntikkan. “Program vaksinasi on the track. Percepatan vaksinasi berjalan seiring dengan ketersediaan vaksin. Mulai Agustus, stok vaksin di Indonesia mulai banyak sehingga bisa dilakukan vaksinasi 1,5 juta – 2 juta vaksinasi per hari. Untuk September ditargetkan bisa tersedia vaksin 80 juta, dengan demikian bisa dilakukan vaksinasi 2,3 juta – 2,5 juta vaksin per hari agar tercapai herd immunity hingga akhir tahun. Tapi yang terpenting adalah dilakukan vaksinasi sebanyak-banyaknya,” tutur Maxi.

Maxi menyampaikan apresiasi atas dukungan tenaga kesehatan (Nakes), TNI Polri, swasta, dan masyarakat dalam mendukung vaksinasi. “Semoga vaksinasi bisa tercapai di atas 2 juta suntikan per hari,” harapnya.

Terkait dengan wacana adanya vaksin dosis ketiga (booster), Maxi menekankan vaksin penguat saat ini baru ditujukan untuk tenaga kesehatan yang memang berisiko tinggi terpapar virus corona. Selain itu, WHO saat ini belum mengizinkan vaksin booster dengan alasan kesetaraan.
“Masih banyak masyarakat dunia yang belum divaksin. Rata-rata masyarakat dunia yang divaksin baru 10%. WHO menyarankan agar masyarakat selesai mendapat vaksin dosis 1 dan 2 dulu, baru memikirkan vaksin booster,” ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar FK UI dan Anggota Komite Penasihat Ahli Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi., mengatakan vaksinasi COVID-19 Indonesia berada di posisi enam besar dunia.
“Kita bersyukur pemerintah bekerja keras bisa mendapatkan vaksin dengan cepat, dan masyarakat juga sadar menjaga prokes serta mau divaksinasi sehingga kasus COVID-19 menurun. Yang penting adalah menjaga agar tidak terjadi gelombang ketiga,” katanya.

Menurut Prof Miko, agar bisa hidup berdampingan dengan virus corona, harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga agar jangan sampai kemasukan virus. “Agar tidak sakit, virusnya tidak bisa bermutasi, maka harus taat prokes. Kalau virus masuk ke dalam tubuh, maka bisa bermutasi dan berubah sifat, misalnya lebih cepat menular dan tidak mempan vaksin,” ujarnya.

Prof Miko menekankan, vaksin bukanlah perlindungan utama. “Yang utama adalah virus jangan masuk ke tubuh melalui hidung, mata dan mulut. Caranya patuh prokes, pakai masker dengan benar, jangan longgar, jangan melorot, harus menutup hidung mulut dan dagu, cuci tangan dan jaga jarak,” ujarnya.

Dengan memakai masker yang benar, maka kita akan terlindung dari virus varian apapun, khususnya saat berada di fasilitas umum. “Riset menunjukkan, hanya melepas masker 10 detik saja bisa terpapar varian Delta,” ujar Prof Miko.

Orang yang mobilitasnya tinggi disarankan memakai masker dengan benar dan tetap memakainya saat berada di rumah. “Biasakan memakai masker di rumah. Karena jika virus terlanjur masuk ke saluran napas bisa menular ke orang lain saat tidak terlindung masker,” tuturnya.

Saat terpapar virus corona, sebut Prof Miko, orang yang sudah divaksinasi, maka vaksin akan merangsang kekebalan tubuh. “Tentara dalam tubuh akan menyerang virus,” ujarnya.

Masker efektif melindungi 77-79% jika dipakai dengan benar, sedangkan vaksin memberikan perlindungan 65-95% tergantung jumlah dan varian virus.
“Vaksin ini benteng kedua setelah patuh prokes. Pastikan kaum yang rentan, misalnya lansia, yang belum divaksin agar segera divaksin dua kali. Studi menunjukkan lansia yang belum divaksin jika terkena COVID-19 kemungkinan meninggal 46%,” beber Prof Miko.

Selain lansia, orang dengan komorbid juga didorong melakukan vaksinasi asal kondisinya stabil, demikian juga anak-anak usia 12-17 tahun. “Setelah divaksin selalu patuh prokes,” tandasnya.

Dokter yang juga influencer, dr Nadia Alaydrus menekankan, dengan PPKM yang dilonggarkan bukan berarti tidak patuhi prokes. “Dari 5M tidak bisa hanya pakai masker saja, namun juga harus cuci tangan, jaga jarak, jauhi kerumunan, dan kurangi mobilitas,” imbuhnya.

Jika tidak mau ada mutasi virus dan gelombang penularan baru, Nadia mendorong agar semua orang menahan diri untuk tidak kumpul-kumpul dulu. “Jangan sampai acara kumpul-kumpul jadi sarana penularan. Nanti ada waktunya kok. Sabar-sabar dulu. Kalau mau makan di tempat umum boleh tapi harus patuh prokes. Pilih makan di outdoor, saling jaga jarak, jangan berkerumun,” ujarnya.

Nadia menambahkan selain patuh prokes dan vaksinasi, hal yang tak kalah penting adalah menjaga daya tahan tubuh dan menjalankan pola makan sehat. Dokter influencer ini juga mengingatkan agar masyarakat tidak pilah pilih vaksin tertentu.
“Vaksin yg terbaik adalah vaksin yang tersedia dengan cepat, apapun mereknya. Manfaatnya sama. Tubuh bisa mengenali virus, bentuknya saja yang beda, ada virus yang dimatikan atau yang berbasis RNA. Yang menunggu vaksin merek tertentu malah tidak tidak cepat divaksin. Hal ini yang malah bahaya,” ucapnya.

Maxi Rein menekankan, hidup berdampingan dengan COVID-19 berarti masyarakat harus siap dan bersedia menerapkan prokes, bersedia dilakukan tracing dan testing, serta vaksinasi. “Bagi yang belum vaksin, datanglah untuk mendapatkan vaksin untuk lindungi diri sendiri dan orang lain,” jelasnya.

“Intinya, strategi ini harus diimplementasikan demi keamanan kita semua, juga orang-orang yang kita kasihi. Karena itu, pemerintah mengharapkan dukungan masyarakat, dengan cara terus disiplin protokol kesehatan, ikut vaksinasi, dan mempersiapkan diri menuju tatanan hidup baru, yakni hidup bersama COVID-19,” pungkasnya. (Adi).

News Feed