Kementerian Perindustrian terus berupaya menumbuhkan wirausaha di Tanah Air, salah satunya melalui program ‘Santripreneur’. Program ini untuk mendorong penumbuhan wirausaha baru di lingkungan pondok pesantren, sekaligus menjadi implementasi dari Peta Jalan Making Indonesia 4.0 dalam pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah (IKM).
“Dengan program Santripreneur, santri masa kini dituntut untuk tidak hanya mendalami ilmu agama tetapi juga mampu berwirausaha,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat mengunjungi Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah di Sragen, Jawa Tengah, Jumat (22/3) petang.
Airlangga menuturkan, upaya konkret yang dilakukan pemerintah untuk mendorong jiwa wirausaha para santri, antara lain memfasilitasi dengan alat-alat produksi. “Misalnya, di Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen ini, kami mengirimkan langsung mesin dan peralatan pembuat roti untuk dimanfaatkan para santri agar bisa produktif dan berwirausaha,” ujarnya.
Kemenperin melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) memberikan sejumlah bantuan alat, yaitu satu unit planetary mixer, satu unit spiral mixer (mesin pencampur adonan), satu unit proofer (mesin pengembang adonan), satu unit oven, satu unit mesin potong roti, satu unit lemari es, dan satu unit impulse sealer (alat perekat plastik).
Kemudian, dua unit meja stainless, 10 unit unit loyang pelengkap oven, satu unit hand mixer, satu unit penggiling adonan manual, satu unit tabung gas beserta regulator dan LPG, satu unit timbangan digital, serta satu unit rak bakery pan. Alat-alat tersebut sudah dikirim sejak bulan lalu.
“Tadi saya memastikan barang yang diserahkan sudah sampai atau belum, ternyata peralatan untuk membuat roti bukan saja sudah sampai tapi sudah dipakai untuk memproduksi roti. Kemenperin dengan senang hati membantu pondok pesantren dengan berbagai peralatan agar bisa semakin produktif menjalakan usahanya,” ucap Menperin.
Airlangga berharap dengan bantuan peralatan produksi roti tersebut, setelah lulus dari pesantren, para santri dari Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen selain menjadi ahli dalam bidang ilmu agama, sekaligus bisa menjadi wirausaha yang andal. “Jadi, belajar di pesantren, sambil menimba ilmu agama sekaligus sambil berlatih membuat roti, tentunya harus juga bisa menjualnya,” imbuhnya.
Menurut Airlangga, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan berbasis keagamaan yang telah dikenal sebagai lembaga yang mandiri sekaligus ‘Agent of Development’ yang menjadi panutan dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, pondok pesantren telah dikenal menjadi tempat untuk menempa para santri yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur, ulet, jujur, serta pekerja keras.
“Pondok pesantren juga memiliki potensi pemberdayaan ekonomi, mengingat sudah banyak pondok pesantren yang mendirikan koperasi, mengembangkan berbagai unit bisnis atau industri berskala kecil dan menengah, dan memiliki inkubator bisnis. Seluruh potensi ini merupakan modal yang cukup kuat dalam menghadapi revolusi industri 4.0,” paparnya.
Airlangga juga menegaskan, dalam jangkauan lebih luas, agar bantuan berupa alat produksi bisa dimanfaatkan secara optimal, Kemenperin sudah memetakan kebutuhan di setiap pondok pesantren di masing-masing daerah. Contohnya, ada pesantren yang seluruh santrinya menggunakan sandal.
Melihat peluang itu, Kemenperin akan memberikan bantuan berupa alat produksi membuat sandal. “Jadi nanti kami bantu caranya membuat sandal, sehingga ekonominya menjadi ekosistem di pesantren, di mana seluruh kebutuhan santri itu bisa dipenuhi oleh usaha atau koperasi yang dibangun oleh pesantren itu sendiri,” terangnya.
Program pengembangan santri
Lebih lanjut, Kementerian Perindustrian telah menyiapkan beberapa program atau model untuk mengembangkan pemberdayaan ekonomi berbasis pondok pesantren dan menumbuhkembangkan semangat kewirausahaan di kalangan santri maupun alumni santri.
“Model yang pertama adalah model Penumbuhan Wirausaha Industri Baru dan Pengembangan Unit Industri di lingkungan pondok pesantren atau dikenal dengan program Santri Berindustri,” jelasnya.
Model kedua, yakni program Santri Berkreasi, bertujuan untuk mendidik dan mengembangkan potensi kreatif para santri di bidang produksi digital dan mencetak creativepreneur di lingkungan pondok pesantren.
Selain itu, dalam rangka memacu implementasi industri 4.0 di sektor IKM, Kemenperin juga turut mendorong para santri dapat mengukuti program e-Smart IKM. Melalui e-Smart IKM, Kemenperin berupaya melakukan edukasi dan pembinaan terhadap IKM untuk masuk dalam e-commerce. Hal ini merupakan upaya konkret pemerintah untuk lebih memperluas akses pasar IKM dan memperbesar presentase produk Indonesia di e-commerce.
“Utamanya untuk digitalisasi ekonomi, program studi teknologi yang ada di pesantren harus link and match dengan kebutuhan di era digital. Paling penting dan diperlukan dalam era digital ini, yaitu program studi sains teknologi, kemudian engineering, art dan matematika. Karena program studi tersebut adalah kunci dari ekonomi digital,” imbuhnya.
Berdasarkan data Kemenperin, sampai dengan tahun 2018, Direktorat Jenderal IKMA Kemenperin telah melatih sebanyak 5.945 pelaku IKM di seluruh Indonesia dan membukukan transaksi lebih dari 1,3 miliar pada tahun 2018 yang lalu, naik 773 persen dari transaksi tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp168 juta.
Direktur Jenderal IKMA Kemenperin Gati Wibawaningsih mengatakan, tujuan dari kegiatan Santripreneur adalah menumbuhkan wirausaha baru di kalangan para santri, sehingga santri dapat menciptakan usaha-usaha baru di bidang industri.
Gati menambahkan, hingga saat ini, pihaknya telah membina sebanyak 22 pondok pesantren dengan lebih dari 3000 santri telah diberikan pelatihan produksi, serta motivasi kewirausahaan.
“Cakupan ruang lingkup pembinaan kami, diantaranya pelatihan produksi dan bantuan mesin atau peralatan di bidang olahan pangan dan minuman (roti dan kopi), perbengkelan roda dua, kerajinan boneka dan kain perca, konveksi busana muslim dan seragam, daur ulang sampah dan produksi pupuk organik cair,” ungkapnya.
Gati menyebutkan, berdasarkan sensus Kementerian Agama di tahun 2014-2015, jumlah pondok pesantren di Indonesia diperkirakan sebanyak 28.961 yang tersebar di seluruh provinsi dengan jumlah keseluruhan santri lebih dari 4 juta orang.
Dari total 28.961 pondok pesantren, sekitar 23.331 pondok pesantren (80 persen) di antaranya tersebar di empat provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Banten. “Pondok pesantren memiliki potensi besar dalam penyediaan sumber daya manusia kompeten, yaitu para santri yang berkualitas, ulet, sabar, jujur dan tekun,” pungkasnya.