siaranjabodetabek.com – TENTANG cahaya, selama ini kita hanya mengenal cahaya Matahari yang menyinari alam semesta ini, mulai hamparan bumi termasuk padang pasir, hutan, gunung, perkampungan kita, lautan, dan langit. Kedua, sumber cahaya yang kita kenal adalah bulan di malam hari. Selebihnya lampu di rumah, masjid, gereja, stadion olahraga, mal, lampu mobil, dan lampu di ruang tindakan medis atau ruang bedah merk Drager, Maquet, Martin buatan Eropa dan Steris buatan Amerika.
“Tapi, ternyata semua itu hanya mampu menyinari alam fisik saja. Ada sesuatu cahaya yang lebih kuat dan dapat menembus batin dan kalbu kita, yaitu yang disebut “Cahaya di atas cahaya”, ungkap Prof Dr KH Asep Usman Ismail MA, Guru Besar Ilmu Tasawuf UIN Jakarta dalam paparannya di Kajian Sabtu Subuh Tafsir Qur’an Tematik di Masjid Al-Muhajirin Pancoran Mas Permai.
Menurut Prof Asep, hal tersebut terungkap dalam QS An-Nur (24) : 35 yang berbunyi :
“Allah pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca dan tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang
Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan – perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Meski demikian, sambung Prof Asep, Cahaya Allah atau Nur Ilahi itu hanya menembus hati atau kalbu orang-orang yang bertakwa saja, orang yang berjalan lurus, orang yang selalu bertindak bijaksana dalam menghadapi berbagai macam persoalan dalam hidupnya.
Pernah suatu ketika Imam Syafii bertanya kepada gurunya yang bernama Waki’ : Wahai guruku, sesungguhnya apa yang menyebabkan hafalanku tidak pernah mantap dan cepat lupa?
Maka Sang Guru dengan arif menasihatinya supaya Sang Murid menjauhi segala perbuatan maksiat, karena ilmu itu Nur Ilahi, dan Nur Ilahi tidak akan pernah diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.
Dalam hal ini Nabi Muhammad Saw bersabda :
“Berhati-hatilah terhadap firasat orang mukmin, karena ia melihat dengan Nur Allah (HR Bukhari dalam At-Tarikh al-Kabir dari Abu Said Al-Kudri).
“Walhasil, sepanjang Cahaya Allah menyinari jiwanya dan kalbunya seseorang hamba Allah, maka usianya, jiwanya, batinnya, spiritualitasnya serta karyanya akan memberikan manfaat positif bagi keutamaan dan kesejatian manusia, ” tukas Prof Asep yang banyak menulis buku – buku tasawuf. Salah satu “Adakah Wali Allah itu?” Yang lainnya adalah “Tasawuf Modal Spiritual dslam Menbangun Manusia dan Peradab Islam Indonesia di Abad Global”.
Ia kemudian mengingatkan bahwa Masjid adalah “rumah Allah” tempat Ilmu Allah bersinar mencahayai kalbu kita. Masjid karena itu hendaknya dikelola dengan profesional, bersahabat, dan buka 24 jam sehari. Jadikan Masjid sebagai kampus, sebagai tempat transfer ilmu dari para pakar kepada para jamaahnya.
Ia mengatakan, “Sebagai Dewan Pakar Masjid Al-Muhajirin, saya senang bahwa misinya adalah Friendly Masjid, Smart Masjid dan Green Masjid yang nyaman baik secara fisik maupun batin. Saya juga acungkan jempol bahwa Masjid yang dikelola para profesional ini Visinya adalah : “Ingin menjadi salah satu Masjid terbaik di kota Depok dalam hal Manajemen dan Dakwah serta Ukhuwah”. **
Editor: Dindin Machfudz