Siaran Jabodetabek- Indonesia sedang menghadapi permasalahan serius terkait sampah yang terus bertambah setiap harinya. Masalah ini memerlukan perhatian yang lebih karena apabila tidak segera ditangani dapat memberikan dampak buruk bagi seluruh masyarakat Indonesia. Menanggapi masalah ini, pemerintah selaku regulator dalam pengelolaan sampah mengusulkan kantong plastik atau kresek dikenakan biaya tarif cukai. Rencananya besaran cukai yang diusulkan adalah Rp 30.000 per kilogram, atau Rp 200 perlembarnya, sehingga untuk harga perlembar setelah dikenakan cukai sebesar Rp 450. Pengusulan kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan kantong plastik di Indonesia yang menjadi penyumbang sampah yang cukup besar. Saat ini, konsumsi kantong plastik mencapai 107 juta kg. Dengan adanya cukai ini, angkanya diprediksi turun separuh jadi 53 juta kg.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan cukai kantong plastik dapat menjadi salah satu alternatif penanganan masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh sampah plastik karena hal ini dapat mendorong masyarakat untuk menggunakan kantong yang dapat digunakan berkali-kali. Jenis plastik yang akan dikenakan cukai adalah kantong plastik dengan ukuran 75 mikron atau yang biasa dikenal kantong kresek. Namun, tidak menutup kemungkinan di masa depan apabila objek cukai diperluas mencakup produk botol plastik dan kemasan makanan.
Adanya usulan peraturan cukai plastik ini selain dapat meningkatkan pendapatan negara dari penerimaan cukai, langkah ini juga dapat mengurangi pemakaian sampah plastik sehari-hari. Meski demikian, upaya untuk menangani permasalahan sampah seharusnya tidak hanya sampai di sini saja. Di sisi lain, waste management atau manajemen sampah juga perlu diterapkan untuk meminimalisir menumpuknya sampah. Langkah awal manajemen sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah di tingkat rumah tangga yang kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan sampah sesuai kategori. Saat ini, kesadaran masyarakat masih sangat minim terkait pemisahan sampah ini, khususnya di tingkat rumah tangga. Hal ini karena belum adanya regulasi yang mewajibkan pemisahan sampah antara sampah organik dan non-organik yang dapat mempermudah proses pendaurulangan sampah. Minimnya tempat pengolahan sampah terpadu di setiap daerah juga memicu terhambatnya proses pengolahan sampah.
Tidak hanya di hunian pribadi, langkah awal pengelolaan sampah ini dapat juga diterapkan di lingkungan kerja. Seperti yang dilakukan oleh Suryasukses Group yaitu PT Suryasukses Abadi Prima dan PT Suryasukses Adi Perkasa (https://www.suryasukses.com/), yang mewajibkan seluruh karyawan untuk memisahkan sampah plastik dan sampah non-plastik saat membuang sampah. Perusahaan ini telah menyediakan 3 jenis tempat sampah yaitu tempat sampah plastik PP, PET, dan sampah non-plastik. Pemisahan sampah ini dilakukan untuk mempermudah proses daur ulang plastik yang akan dilakukan oleh perusahaan. Masing-masing jenis sampah plastik yang terkumpul setiap bulannya akan dihimpun kemudian dibawa ke pabrik untuk selanjutnya diproses daur ulang. Upaya pengelolaan sampah ini diimplementasikan mulai tahun 2020 secara konsisten, bahkan saat ada acara dan kegiatan perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa penanganan masalah sampah dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah sampah (minimizing waste), meningkatkan penggunaan kembali sampah dan mendaur ulang sampah, memperhatikan rantai penanganan sampah (dimulai dari memisahkan kategori sampah), dan memperluas jangkauan pelayanan sampah (termasuk memperbanyak tempat pengolahan sampah terpadu). Untuk mensukseskan program pengelolaan sampah, seluruh pihak yang terlibat termasuk pemerintah, pemilik bisnis, serta masyarakat harus bisa bersinergi antara satu dengan yang lain.