Indonesia dinilai memiliki sejumlah potensi untuk memanfaatkan momentum revolusi industri 4.0. Potensi yang menguntungkan itu, antara lain jumlah angkatan kerja yang banyak atau bonus demografi, permintaan domestik yang besar, pertumbuhan ekonomi yang stabil, memiliki struktur produksi manufaktur yang dalam, serta ketersediaan sumber daya alam yang melimpah.
“Oleh karena itu, melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, yang sudah berjalan satu tahun ini, banyak inisiasi yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung penerapan industri 4.0 di sektor industri,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara ketika menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional Inovasi Litbang Hasil Perkebunandi Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (2/5).
Ngakan menyebutkan, industri kakao misalnya, salah satu sektor hasil perkebunaan ini memiliki potensi pertumbuhan yang besar di Indonesia karena didukung oleh sumber daya pertanian yang berlimpah dan permintaan domestik yang besar. Menurut data BPS, sepanjang tahun 2018, nilai ekspor lemak dan minyak kakao mencapai USD824,05 juta.
“Indonesia telah menjadi penyuplai bahan baku kakao terbesar ketiga di dunia. Diharapkan, di masa depan, Indonesia bisa menjadi negara unggulan eksportir barang jadi produk kakao, bukan lagi eksportir bahan baku,” paparnya.
Guna lebih memacu daya saing produk sektor hasil perkebunan, menurut Ngakan, pihaknya telah mendorong pelaku industrinya untuk memanfaatkan teknologi terbaru dalam proses produksinya. “Dengan memanfaatkan teknologi terbaru khususnya yang mengarah ke industri 4.0, efisiensi dan produktivitas perusahaan akan meningkat sehingga dapat pula mendongkrak profit perusahaan dan pendapatan pekerja,” tegasnya.
Sejak tahun 2018, dalam upaya menciptakan ekosistem inovasi yang mendukung industri 4.0, telah dilakukan kegiatan penelitian dan perekayasan di beberapa unit di bawah BPPI sebagai proyek percontohan. Misalnya, litbang industri pengolahan kakao berbasis industri 4.0 oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan (BBIHP) di Makassar.
Selanjutnya, memperbarui proses Modified cassava flour (Mocaf) berbasis industri 4.0 oleh Balai Besar Industri Agro (BBIA) di Bogor serta penerapan Internet of Things (IoT) untuk Melted Aluminium Thermographic Inspection dan Paper Glass Inspection oleh Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) di Bandung.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BBIHP Abdul Rachman Supu menyampaikan, pihaknya menyelenggarakan seminar nasional dengan tema “Inovasi Litbang Hasil Perkebunan dalam Menghadapi Peluang dan Tantangan di Era Industri 4.0” ini tidak hanya untuk menyosialisasikan hasil litbang, namun juga diharapkan dapat menjadi sarana komunikasi dan wadah bertemunya peneliti, akademisi, pemerintah dan pelaku industri dalam rangka meningkatkan teknologi dan inovasi industri hasil perkebunan.
“Melalui pemanfaatan teknologi terkini, komoditas lokal dapat diolah menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah dan berdaya saing. Untuk itu, diperlukan inovasi teknologi hasil perkebunan dan partisipasi ahli teknologi dalam mendorong hilirisasi industri,” paparnya.
Peserta seminar tersebut berasal dari berbagai daerah, di antaranya Makassar, Mamuju, Manado, Ambon, Gorontalo, Pontianak, Samarinda, dan Medan. Adapun narasumber yang hadir, yakni Arie Nauval Iskandar, Corporate Affairs Director PT. Mars Symbioscience Indonesia, kemudian Wednes Aria Yuda, Co Founder, serta Chief Tecnology Officer Cokelat nDalem terkait pengelolaan industri kakao skala industri besar maupun industri kecil dan menengah (IKM).